Kamis, 30 Juni 2011

Masjid, Pendidikan, dan Remaja

Oleh    : Kahar Mudzakar Al-Banthany
              (Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Siliwangi)
Bismillahi Ar-Rahmani Ar-Rahimi…
Kehidupan pada zaman kini yang bersifat praktis dan serba mungkin telah mengubah cara hidup sebagian besar masyarakat luas, tak terkecuali kaum Muslimin. Kendala ini semakin meruncing ketika terjadinya praktik penyalahgunaan dari individu. Alhasil, banyak di antara kalangan kaum remaja yang terlena menghadapi pergerakan zaman, hingga masuklah mereka ke dalam pola hidup kaum Jahiliyah.
Satu-satunya tempat dimana berintegrasinya pendidikan sosial, pusat kegiatan keislaman, dan jantung masyarakat Islam ialah masjid. Selayaknya, tempat yang merupakan inti mestilah ramai dikunjungi banyak orang. Hal inilah yang mengharuskan masjid menempati posisi yang lebih penting dibandingkan dengan pusat keramaian lainnya, misalnya mall, bioskop, café. Tetapi, alangkah tragisnya ketika pada zaman ini, remaja lebih sering bertandang ke pusat keramaian yang mungkin tidak mempunyai nilai religiusnya sama sekali. Karakter yang masih labil dalam masa remaja, bahkan bimbingan orang tua pun tidak optimal menjadi penyebab rusaknya aqidah dan akhlaq remaja.
Fungsi masjid pun seolah-olah terabaikan dari fungsi utamanya. Jika fungsi masjid sebagai tempat peristirahatan, hal itu masih dapat ditolerir. Yang lebih parah dari hal itu, banyak dari kalangan remaja berduaan di dalam lingkungan masjid dengan tidak mengindahkan adab-adab, seperti saling berpegangan tangan dan bermesraan.
Pada tahun 80-an, belum banyak da’i yang mengumandangkan syi’ar Islam di Indonesia, para kaum hawa belum memahami secara detail fungsi dari jilbab, bahkan konten acara televisi tidak mengusung etika yang jelas. Di zaman itu, pergaulan bebas menjadi trend para remaja. Orang yang gaya hidupnya kebarat-baratan dianggap orang yang mempunyai tingkat kehormatan yang tinggi di mata masyarakat.
Sebaliknya, kaum hawa di Malaysia menjadikan trend berjilbab sejak tahun 80-an. Semakin tinggi tingkat pendidikan kaum hawa, maka semakin sadarlah mereka akan fungsi jilbab itu sendiri. Berbeda dengan Malaysia, Indonesia yang mempunyai ras sama memiliki kaum hawa yang lebih mementingkan kebebasan individu daripada syari’at Islam. Dengan kata lain, sistem pendidikan di Indonesia telah terpengaruhi oleh budaya negatif Barat sehingga meninggalkan syari’at Islam.
            Berputarnya waktu, berputar pula roda kehidupan manusia. Yang muda sudah menua, dan yang jahat mungkin telah berubah menjadi yang baik ataupun sebaliknya. Kaula muda yang kini menjadi orangtua mulai membekali pendidikan dengan caranya masing-masing. Ada di antara mereka (para orangtua) yang masih beranggapan bahwa Baratlah yang dipercaya dapat membawa anak-anaknya menuju kesuksesan, tetapi seiring dengan banyaknya da’i yang berkumandang, tidak sedikit orangtua mulai mengarahkan anaknya terhadap syari’at Islam. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., hadits riwayat Imam At-Tirmidzi, yang berbunyi: “Dari Jabir bin Samurah Ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW.: Kesibukan seseorang mendidik anaknya lebih baik daripada ia memberikan sedekah satu sha’ (satu gantang).”
Yakinlah, jika remaja di Indonesia gemar meramaikan masjid dengan kegiatan keagamaan, niscaya Allah akan merubah derajat bangsa ini menjadi lebih baik.

Semoga Allah selalu melindungi Indonesia dengan jiwa membangun Islam yang kuat dari kaum remajanya. Amin…

Jumat, 17 Juni 2011

Struktur Kepengurusan Ta'mir Priode 2011/2012

Penanggung Jawab : H. Nana Setialaksana, M. Pd

Badan Kehormatan Ta'mir : Tingkat Akhir Perkuliahan dan Alumni Ta'mir

Ketua Ta'mir : Rizky M Ramadhan (PJKR'10)

Sekertaris : Cahyono (Teknik Sipil'09)

Bendahara : Untung Supriadi (Manajemen'10)

Divisi Opreasional Masjid : M. Yusuf Shiddiq (Matematika'10) dan Fajar Wibowo (B. Inggris'10)

Divisi Kaderisasi Ta'mir: Ivan Antonia (B. Inggris'09) dan Asep Wildan (B. Inggris'10)

Divisi Maintenance & Care Inventaris Masjid : Zaeni Mustapa Kamal (B. Indonesia'10)