Kamis, 22 September 2011

BANDINGKAN CINTA KITA DENGAN CINTA-NYA !

Cinta adalah memberi, dengan segala daya dan keterbatasannya
seorang pecinta akan memberikan apapun yang sekiranya bakal membuat yang
dicintainya senang. Bukan balasan cinta yang diharapkan bagi seorang pecinta
sejati, meski itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.
Cinta adalah menceriakan, seperti bunga-bunga indah di taman yang
membawa kenyamanan bagi yang memandangnya. Seperti rerumputan hijau di
padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Seperti taburan pasir di pantai yang menghantarkan kehangatan seiring tiupan angin yang menawarkan kesejukkan.
Dan seperti keelokan seluruh alam yang menghadirkan kekaguman terhadapnya.
Cinta adalah berkorban, bagai lilin yang setia menerangi dengan
setitik nyalanya meski tubuhnya habis terbakar. Hingga titik terakhirnya, ia pun
masih berusaha menerangi manusia dari kegelapan. Bagai sang Mentari, meski
terkadang dikeluhkan karena sengatannya, namun senantiasa mengunjungi alam dan segenap makhluk dengan sinarannya. Seperti Bandung Bondowoso yang tak
tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India,
di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja
juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari
cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera
kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih
sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan
kehidupan yang lebih baik. Cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang
mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih
rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta.
Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya.
Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa
kita nikmati dengan cinta. Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus
berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan.
Tentang Cinta itu sendiri, Rasulullah dalam sabdanya menegaskan bahwa tidak beriman seseorang sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. Al Ghazali berkata: "Cinta adalah inti keberagamaan.
Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang
harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah
cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari
cinta saja." Disatu sisi Allah Sang Pencinta sejati menegaskan, jika
manusia-manusia tak lagi menginginkan cinta-Nya, kelak akan didatangkan-Nya
suatu kaum yang Dia mencintainya dan mereka mencintai-Nya (QS. Al Maidah:54). Maka, berangkat dari rasa saling mencintai yang
demikian itu, bandingkanlah cinta yang sudah kita berikan kepada Allah dengan
cinta Dia kepada kita dan semua makhluk-Nya.
Wujud cinta-Nya hingga saat ini senantiasa tercurah kepada kita,
Dia melayani seluruh keperluan kita seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita. Tuhan melayani
kita seakan-akan kitalah satu-satunya hamba-Nya. Sementara kita menyembah-Nya seakan-akan ada tuhan selain Dia. Apakah balasan yang kita berikan sebagai imbalan dari Cinta yang
Dia berikan? Kita membantah Allah seakan-akan ada Tuhan lain yang kepada-Nya kita bisa melarikan diri. Sehingga kalau kita "dipecat" menjadi makhluk-Nya, kita bisa pindah kepada Tuhan yang lain.
Tahukah, jika saja Dia memperhitungkan cinta-Nya dengan cinta
yang kita berikan untuk kemudian menjadi pertimbangan bagi-Nya akan siapa-siapa yang tetap bersama-Nya di surga kelak, tentu semua kita akan masuk neraka. Jika Dia membalas kita dengan balasan yang setimpal, celakalah kita. Bila Allah
membalas amal kita dengan keadilan-Nya, kita semua akan celaka. Jadi, sekali
lagi bandingkan cinta kita dengan cinta-Nya. Wallahu a'lam

Selasa, 06 September 2011

Pemimpin dalam Islam

"Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhari)
Beberapa kriteria kepemimpinan dalam islam :

1. Menggunakan Hukum Allah
Dalam berbagai aspek dan lingkup kepemimpinan, ia senantiasa menggunakan hukum yang telah di tetapkan oleh Allah, hal ini sebagaimana ayat ;

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamuberlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Qs : 4:59)

Melalui ayat di atas ta'at kepada pemimpin adalah satu hal yang wajib dipenuhi, tetapi dengan catatan, para pemimpin yang di ta'ati, harus menggunakan hukum Allah, hal ini sebagaimana di nyatakan dalam ayat-Nya yang lain :

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)". (Qs: 7 :3)

"..Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir..." (Qs :5:44)
"..Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim..." (Qs: 5 45)
"..Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.." (Qs: 5 :47)
" Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?". (Qs : 5 :50)

Dan bagi kaum muslimin Allah telah dengan jelas melarang untuk mengambil pemimpin sebagaimana ayat;

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (Qs : 5 : 51)

Dari beberapa ayat diatas, bisa disimpulkan, bahwa pemimpin dalam islam adalah mereka yang senantiasa mengambil dan menempatkan hukum Allah dalam seluruh aspek kepemimpinannya.


2. Tidak meminta jabatan, atau menginginkan jabatan tertentu..
"Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada seseorang yang memintanya, tidak pula kepada orang yang sangat berambisi untuk mendapatkannya" (HR Muslim).

"Sesungguhnya engkau ini lemah (ketika abu dzar meminta jabatan dijawab demikian oleh Rasulullah), sementara jabatan adalah amanah, di hari kiamat dia akan mendatangkan penyesalan dan kerugian, kecuali bagi mereka yang menunaikannya dengan baik dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas dirinya". (HR Muslim).

Kecuali, jika tidak ada lagi kandidat dan tugas kepemimpinan akan jatuh pada orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak membawa modhorot daripada manfaat, hal ini sebagaimana ayat ;

"Jadikanlah aku bendaharawan negeri (mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan". (Qs : Yusuf :55)

Dengan catatan bahwa amanah kepemimpinan dilakukan dengan ;
1. Ikhlas.
2. Amanah.
3. Memiliki keunggulan dari para kompetitor lainnya.
4. Menyebabkan terjadinya bencana jika dibiarkan jabatan itu diserahkan kepada orang lain.

3. Kuat dan amanah
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (Qs : 28: 26).

4. Profesional

"Sesungguhnya Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian jika dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi)

5. Tidak aji mumpung karena KKN
Rasulullah SAW, "Barang siapa yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin". (HR Al Hakim).

Umar bin Khatab; "Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia melakukannya hanya atas pertimbangan itu, maka seseungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin".

6. Menempatkan orang yang paling cocok
"Rasulullah menjawab; jika sebuah perkara telah diberikan kepada orang yang tidak semestinya (bukan ahlinya), maka tunggulah kiamat (kehancurannya)". (HR Bukhari).
Dalam konteks hadits ini, setidaknya ada beberapa hal  yang bisa kita cermati,

1. Seorang pemimpin harus bisa melihat potensi  seseorang.
Setiap manusia tentunya diberikan kelebihan dan  kekurangan.Kesalahan terbesar bagi seorang pemimpin  adalah ketika dirinya tidak bisa melihat potensi seseorang dan menempatkannya pada tempat yang  semestinya. Begitu pentingnya perhatian bagi seorang pemimpin terhadap hal ini, maka Rasulullah saw bersabda sebagaiman hadits pada poin 5 di atas.

Ketidakmampuan pemimpin dalam hal ini hanya akan membuat jama'ah atau organisasi yang di pimpinnya  menjadi tidak efektif dan efisien, bahkan tidak sedikit kesalahan pemimpin dalam hal ini menimbulkan kekacauan yang membawa kepada kehancuran.

2. Bisa mengasah potensi seseorang.
Selain ia bisa melihat potensi pada diri seseorang, seorang pemimpin dengan caranya yang paling baik, ia  bisa mengasah potensi mereka yang berada dalam  kepemimpinannya. Mengasah potensi seseorang berbeda dengan "memaksa" seseorang untuk menjadi seseorang yang tidak di inginkannya.

3. Menempatkan seseorang sesuai dengan potensi yang ia  miliki.
"Right man in the right place", adalah ungkapan yang  seringkali kita dengar. Bahwa menempatkan seseorang  itu harus berada pada tempat yang paling tepat bagi orang tersebut serta penugasannya.

4. Mengatur setiap potensi dari mereka yang di pimpinnya menjadi satu kekuatan yang kokoh.
Bangunan yang baik, kokoh dan indah tentunya tidak hanya terdiri dari satu elemen, tetapi terdiri dari berbagai elemen yang ada di dalamnya. Tentunya, penempatan dan penggunaan masing-masing elemen itulah yang sangat mempengaruhi bagaimana sebuah bangunan itu.  Perumpamaan sederhana ini bisa kita gunakan untuk memahami tugas seorang pemimpin dalam menempatkan, menggunakan mereka yang berada dalam kepemimpinannya.

Jumat, 02 September 2011

Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua

Oleh: Sopian

Sumber:
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/09/keutamaan-berbakti-kepada-orang-tua/  
http://haniifa.wordpress.com/2009/12/21/ruang-hati/

Sebuah gejala yang sangat memperihatinkan, banyak kita temukan di masyarakat anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, tidak menghargai kedua orang tua, melecehkan kedua orang tua, bahkan ada yang mencaci maki, memukul dan membunuh kedua orang tuanya, Naudzubillahi min dzalik.

Padahal, apabila si anak menyadari, kedua orang tualah yang melahirkan, mengurus, memberikan nafkah, mendidik dan membesarkan dia sampai dewasa. Karena itu kewajiban si anak adalah taat kepada kedua orang tua, dan harus memenuhi hak kedua orang tua dengan mematuhi perintah dan taat kepada keduanya.
Birrul Walidain (berbakti pada kedua orang tua) adalah salah satu masalah yang penting dalam Islam. Di dalam Al-Quran, setelah memerintahkan manusia bertauhid kepada-Nya, Allah SWT memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Dalam surat Al-Isra [17] ayat 23-24 Allah SWT berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (23). Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (24).”

Dari ayat di atas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti kedua orang tua di sisi Allah SWT. Jika beribadah kepada Allah SWT wajib, maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar atau durhaka kepada Allah SWT adalah dosa besar, begitu pula terhadap kedua orang tua. Karena itu, berbuat durhaka kepada kedua orang tua merupakan salah satu dosa besar. Abdullah bin Amr berkata:
“Seorang Arab Badui datang lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa itu dosa besar?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah SWT’. Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian durhaka kepada kedua orang tua’. Orang itu bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian sumpah palsu.”

Berbakti kepada kedua orang tua memiliki banyak keutamaan, antara lain: Pertama, berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama.
Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah SWT. Nabi SAW menjawab, ‘Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah SWT.

Kedua, ridha Allah SWT tergantung kepada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah SWT tergantung kemurkaan orang tua.
Dari Abdillah bin Amr bin Ash r.a, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah SWT tergantung kepada kemurkaan orang tua.”

Ketiga, berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan bertawasul dengan amal shalih tersebut. Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar, yang menceritakan tiga orang yang terjebak dalam sebuah gua yang tertutup batu besar. Kemudian akhirnya mereka dapat keluar setelah bertawasul kepada Allah SWT dengan amal shalih. Diantaranya adalah seseorang yang berbakti kepada kedua orang tua.

Keempat, Berbakti kepada kedua orang tua akan mengantarkan seseorang masuk ke dalam surga. Sebaliknya, tidak akan masuk surga seseorang yang durhaka kepada kedua orang tua. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Tidak akan masuk surga seorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya….”

Dalam hadis lain disebutkan, Isa bin Thalhah bin Ubaidillah meriwayatkan dari Amr bin Murrah al-Jauhani,
“Bahwasannya seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda jika saya melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan berhaji ke Baitullah; apa yang akan saya dapatkan?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang melakukan demikian, maka dia akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan bersama orang-orang yang mati syahid; kecuali jika ia durhaka kepada kedua orang tuanya’.”

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang taat kepada Allah SWT dengan senantiasa berbakti kepada kedua orang tua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Marilah kita bersama-sama memanjatkan do'a untuk kedua orang tua...


 
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ

Bismillaahir rohmaanir rohiim
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

رَبَّنَا اغْفِرْ لِى وَلِوَالِدَىَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Robbanagh fil lii wa li waalidayya wa lil mu’miniina yauma yaquumul hisaab
Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab
امين
Amiin.